Sabtu, 28 Juli 2012

"Futuhat, Gerbang Kebangkitan Peradaban Barat... Sumbangan Peradaban Islam untuk Peradaban Barat"


"Futuhat, Gerbang Kebangkitan Peradaban Barat... Sumbangan Peradaban Islam untuk Peradaban Barat"

Para Ulama dan Ilmuan Muslim dalam semua spesialisasi serta prestasi mempunyai pesan positif dalam mengembangkan rasionalisme Eropa. Hal ini tercermin dalam bidang ilmu-ilmu eksperimental dan terapan juga ilmu-ilmu teoritas. Tentang fakta ini, seorang penulis spanyol Plasco Abianz menegaskan bahwa kebangkitan Eropa tidak datang dari utara, tapi dari selatan bersama kaum Muslim yang datang melakukan futuhat (Pembebasan) terhadap Andalusia. Mereka datang sambil membawa peradaban dan kemajuan serta memasukkan budaya yang masih muda, segar dan energik.

Andalusia saat itu menjadi pusat penerjemahan buku-buku dari Arab ke latin. Daerah ini sering di kunjungi oleh Ilmuan renaisance pada abad ke-12 . Mereka datang berbondong-bondong untuk menimba Ilmu dari peradabaan Islam dalam berbagai Ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Beberapa cendikiawan barat yang belajar di sana antara lain adalah Adelard dari Inggris, Herman dari utara Venice dan Gerard dari Cremona di Italia. Selain itu ada juga Robert Shirteri (1114 M) yang merupakan salah satu intelektual barat dalam bidang penerjemahan pada paruh pertama abad ke dua belas. Dia pula yang menerjemahkan buku karangan Al Khawarizmi dalam bidang matematika, astronomi dan Kimia. Bahkan penduduk spanyol yang beragama Yahudi turut berpartisipasi dalam upaya mentransfer pengetahuan dari buku-buku yang berbahasa Arab kedalam bahasa latin, di antaranya Domo Nicous, Petrus Alfons, Hanna Sevilla dll.

Jadi secara ringkas bisa kita simpulkan bahwa futuhat (Pembebadan) terhadap Andalusia adalah menjadi gerbang transpormasi dari peradaban Islam yang cemerlang ke barat khususnya Eropa yang sebelumnya tenggelam dalam Kegelapan, peradaban yang rendah, kemudian Islam datang mengeluarkan mereka dari kegelapan, kebodohan serta memberikan pencerahan dan contoh kehidupan yang berperadaban tinggi. Wallahu a’lam Bish Shawwab.

Sumber: dakwahkampus.com

Minggu, 22 Juli 2012

Dewan Ulama Al-Azhar Serukan Boikot Myanmar




KAIRO (salam-online.com): 
Dewan Ulama Al-Azhar dalam pernyataan mengenai kejahatan terhadap kaum Muslim Rohingya di Myanmar, menyerukan demonstrasi umat Islam di depan Kedutaan Besar Myanmar di seluruh dunia Islam.

Fars News melaporkan, Al-Azhar menuntut reaksi tegas khususnya terhadap pemerintah Myanmar atas aksi pembantaian warga Muslim etnis Rohingya.

Dewan Ulama Al-Azhar dalam pernyataannya mengecam pembunuhan, penyiksaan, dan pembantaian massal terhadap etnis Muslim Rohingya.

Menyinggung kebungkaman masyarakat internasional di hadapan aksi tidak manusiawi itu, Dewan Ulama Al-Azhar menyerukan protes dan blokade terhadap Kedutaan Besar Myanmar di seluruh negara Islam.

Seraya menjelaskan ketertindasan Muslim Rohingya, Al-Azhar menilai apa yang terjadi di Myanmar lebih buruk dari perlakuan rezim Zionis Israel terhadap warga Palestina. Tidak terdengarnya teriakan mereka (Rohingya) merupakan hal yang sangat menyedihkan di era informasi seperti saat ini.

Dewan Ulama Al-Azhar juga menekankan persaudaraan sesama Muslim dan menuntut para politisi serta penguasa negara-negara Islam untuk memboikot Myanmar sampai pemerintah Rangoon memperbaiki kondisi untuk warga Muslim di negaranya.

Dewan Ulama Al-Azhar juga meminta Syeikh Al-Azhar merilis pernyataan tentang berbagai kejahatan yang menimpa warga Muslim Myanmar, demi keridhaan Allah SWT. (Republika/Salam-online)

Jumat, 20 Juli 2012

HARUSKAH DENGAN RUKYAT GLOBAL?




Allah Swt. berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
 “... Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir pada bulan itu hendaklah ia shaum, dan barang siapa sakit atau dalam sapar, maka (wajib ia shaum) beberapa (hari yang ditinggalkan) itu pada hari-hari yang lain...”  (QS. Al-Baqarah, 2:185)

Kata syahida berarti ada ditempat sendiri atau tidak sedang safar. Karena ternyata ayat itu bersambung   dengan kalimat “barang siapa sakit atau dalam safar”. Dengan keterangan ini akan muncul satu pertanyaan, apakah dengan terlihat hilal di suatu tempat menjadi ukuran bagi seluruh tempat di dunia ini? Untuk menjawab pertanyaan seperti itu kita perhatikan hadis berikut ini.

عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ فَقَالَ لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 “Dari Kuraib, sesungguhnya Ummul Fadhl mengutusnya kepada Mu’awiyah di Syam. Ia berkata, ‘Aku tiba di Syam dan aku selesaikan keperluannya (Ummul Fadhl) dan jelas bagiku hilal bulan Ramadhan pada waktu aku di syam, yaitu aku melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku kembali ke Madinah pada akhir bulan. Kemudian Ibnu Abbas bertanya kepadaku, lalu ia menerangkan hilal, maka ia bertanya, ‘Kapan kalian melihat hilal itu?’ Aku menjawab, ‘Kami melihat hilal itu pada malam Jum’at’. Ia bertanya lagi, ‘Apakah engkau betul-betul melihatnya?’ Aku menjawab benar, ‘benar’ dan orang-orang pun melihatnya dan mereka shaum dan Mu’awiyah pun shaum.’ Kemudian ia berkata, ‘Tapi kami melihat hilal itu pada malam sabtu, karena itu kami terus-menerus shaum sampai kami menyempurnakan tiga puluh hari. atau kami melihatnya’ Aku bertanya, ‘Apakah tidak cukup dengan rukyat Mu’awiyah dan shaumnya.’ Ia menjawab, ‘Tidak, demikianlah Rasulullah saw. memerintah kami.” - H.R. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan Ibnu Majah –

Keterangan:
Hadis di atas oleh Imam Muslim (Shahih Muslim, V:367) ditempatkan dalam Kitabus Shaum
بَاب بَيَانِ أَنَّ لِكُلِّ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ وَأَنَّهُمْ إِذَا رَأَوْا الْهِلَالَ بِبَلَدٍ لَا يَثْبُتُ حُكْمُهُ لِمَا بَعُدَ عَنْهُمْ
Hadis di atas oleh Imam Abu Daud (Sunan Abi Daud, VI:270) ditempatkan dalam Kitabus Shaum
بَاب إِذَا رُئِيَ الْهِلَالُ فِي بَلَدٍ قَبْلَ الْآخَرِينَ بِلَيْلَةٍ
Hadis di atas oleh Imam at-Tirmidzi (Sunan at-Tirmidzi, III:122) ditempatkan dalam Kitabus Shaum
بَاب مَا جَاءَ لِكُلِّ أَهْلِ بَلَدٍ رُؤْيَتُهُمْ
Hadis di atas oleh Imam an-Nasai (Sunan Nasai, VII:263) ditempatkan dalam Kitabus Shaum
اخْتِلَافُ أَهْلِ الْآفَاقِ فِي الرُّؤْيَةِ

Hadis di atas menunjukkan bahwa Ibnu Abbas tidak mengamalkan rukyat ahli Syam. Dan di akhir hadisnya ia mengatakan, “Demikianlah Rasulullah saw. memerintah kami”, Kalimat terakhir ini menjadi dalil bahwa Ibnu Abbas mengetahui betul dari Rasulullah saw. bahwa beliau tidak mengharuskan penduduk suatu negeri untuk mengamalkan rukyat penduduk negeri yang lain.
Karena itu hadis tersebut dikategorikan sebagai hadis marfu’ hukman, yaitu kedudukannya sama dengan hadis Rasulullah saw. yang harus dijadikan hujjah, karena perbuatan itu merupakan pelaksanaan atas perintah Rasulullah saw., dan bukan merupakan ijtihad Ibnu Abbas sebagaimana yang dituduhkan oleh sementara kalangan.

Dengan demikian, ketentuan waktu ibadah bagi suatu negeri berdasarkan rukyatnya masing-masing, karena terdapat perbedaan mathla’, dan tidak perlu mengikuti negeri yang lain. Umpamanya di Indonesia dinyatakan tidak terlihat hilal sedangkan di Mekah dinyatakan terlihat hilal pada saat matahari terbenam, maka jatuhnya tanggal akan berbeda. Buat Indonesia, pada hari esoknya akan menjadi hari terakhir dari bulan yang sedang berjalan, sedangkan untuk Mekkah hari esoknya akan menjadi tanggal 1 awal bulan baru, seperti yang terjadi pada bulan Syawwal 1417 H. Buat Mekkah tanggal 1 Syawwal jatuh pada hari Selasa 8 April 1997 M, sedangkan buat Indonesia jatuh pada hari Rabu 9 April 1997 M.

Hal ini bisa terjadi karena pada hari Senin tanggal 29 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 7 April 1997 M, pada saat matahari terbenam (maghrib) hilal Syawwal belum muncul di Indonesia. Karena itu, bulan Ramadhan genap 30 hari (hari terakhir selasa 8 April) dan idul fitri 1 Syawwal 1417 H jatuh pada hari Rabu 9 April 1997 M. Sementara di Mekkah, karena hilal Syawwal sudah muncul saat matahari terbenam (maghrib) pada hari Senin tanggal 29 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 7 April 1997 M, maka 1 Syawwal 1417 H jatuh pada hari selasa 8 April 1997 M.

Almarhum Ustadz Abdurrahman mengutip dari kitab Ahkamul Quran, hal. 85: “Bila orang Aghmat sebuah tempat di Maroko melihat hilal pada malam Jum’at. kemudian di Asbilia (Spanyol) melihat hilal pada malam Sabtu, maka bagi penduduk setiap negeri berdasarkan rukyatnya masing-masing karena terdapat perbedaan matla’.”

Jadi, bila Ramadhan, Idul Fitri, atau Idul Adhha terjadi perbedaan hari antara Indonesia dengan negara lain, maka hal ini tidak menyalahi syariah, karena begitulah perintah Rasulullah. Justru termasuk menyalahi syariah bila harus mengikuti negeri yang lain, seperti ke negara Arab Saudi.

Perbedaan Mathla' (Tempat Muncul Hilal)

Hadits Shumuu liru’yatihi (Shaumlah karena melihat hilal) menerangkan dengan jelas bahwa dalam mengetahui masuk dan berakhirnya bulan puasa adalah dengan ru'yah hilal (melihat bulan sabit pertama), dan konteks kalimatnya kepada semua kaum muslimin (di seluruh kawasan dan negeri) bukan hanya kepada satu negeri atau kampung tertentu.

Maka, bagaimana cara mengkompromikan hadits-hadits d iatas dengan hadits Kuraib atau hadits Ibnu Abbas di atas. Dalam hadits Kuraib di atas dan hadits-hadits lainnya para ulama bersilang pendapat.Perbedaan ini ini disebutkan dalam Fathul Bari, juz. 4 hal. 147. Ibnu Hajar berkata, “Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini atas beberapa pendapat :

Pendapat Pertama:
Setiap negeri mempunyai ru'yah atau mathla' (tempat kemunculan hilal). Dalilnya dengan hadits Ibnu Abbas Ra. dalam Shahih Muslim. Ibnul Mundzir menceritakan hal ini dari Ikrimah, Al-Qasim Salim dan Ishak, At-Tirmidzi mengatakan bahwa keterangan dari ahli ilmu dan tidak menyatakan hal ini kecuali beliau. Al-Mawardi menyatakan bahwa pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi'i.

Pendapat Kedua:
Apabila suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Pendapat ini masyhur dari kalangan madzhab Malikiyah. Tetapi Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa ijma' telah menyelisihinya. Beliau mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwa ru'yah tidak sama pada negara yang berjauhan seperti antara Khurasan (propinsi di Iran) dan Andalus (negeri Spanyol).
Al-Qurthubi berkata bahwa para syaikh mereka telah menyatakan bahwa apabila hilal tampak terang di suatu tempat kemudian diberitakan kepada yang lain dengan persaksian dua orang, maka hal itu mengharuskan mereka semua berpuasa.
Sebagian pengikut madzhab Syafi'i berpendapat bahwa apabila negeri-negeri berdekatan, maka hukumnya satu dan jika berjauhan ada dua:
  1. Tidak wajib mengikuti, menurut kebanyakan mereka.
  2. Wajib mengikuti. Hal ini dipilih oleh Abu Thayib dan sekelompok ulama. Hal inidikisahkan oleh Al-Baghawi dari Syafi'i.
Sedangkan dalam menentukan jarak (jauh) ada beberapa pendapat:
Dengan perbedaan mathla'. Ini ditegaskan oleh ulama Iraq dan dibenarkan oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudlah dan Syarhul Muhadzab.
Dengan jarak meng-qashar shalat. Hal ini ditegaskan Imam Al-Baghawi dan dibenarkan oleh Ar-Rafi'i dalam Ash-Shaghir dan An-Nawawi dalam Syarhul Muslim.
Dengan perbedaan iklim. Pendapat As-Sarkhasi: "Keharusan ru'yah bagi setiap negeri yang tidak samar atas mereka hilal."

Pendapat Ibnul Majisyun: "Tidak harus berpuasa karena persaksian orang lain..." Berdalil dengan wajibnya puasa dan beriedul fithri bagi orang yang melihat hilal sendiri walaupun orang lain tidak berpuasa dengan beritanya. Imam Syaukani menambahkan: "Tidak harus sama jika berbeda dua arah, yakni tinggi dan rendah yang menyebabkan salah satunya mudah melihat hilal dan yang lain sulit atau bagi setiap negeri mempunyai iklim. Hal ini diceritakan oleh Al-Mahdi dalam Al-Bahr dari Imam Yahya dan Hadawiyah."

Hujjah pendapat di atas adalah hadits Kuraib dan segi pengambilan dalil adalah perbuatan Ibnu Abbas bahwa beliau tidak beramal (berpuasa) dengan ru'yah penduduk Syam dan beliau berkata pada akhir hadits, "Demikian Rasulullah Saw. menyuruh kami." Ibnu Abbas menghapal dari Rasulullah Saw. bahwa penduduk suatu negeri tidak harus beramal dengan ru'yah negeri lain. Demikian pendalilan mereka.

Adapun menurut jumhur ulama adalah tidak adanya perbedaan mathla' (tempat munculnya hilal). Oleh karena itu kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda Rasulullah Saw., "Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya." Ucapan ini umum mencakup seluruh ummat manusia. Jadi siapa saja dari mereka melihat hilal dimanapun tempatnya, maka ru'yah itu berlaku bagi mereka semuanya." (Fiqhus Sunah, juz 1, hal. 368)

As-Shan'ani rahimahullah berkata, "Makna ucapan "karena melihatnya" yaitu apabila ru'yah didapati di antara kalian. Hal ini menunjukkan bahwa ru'yah pada suatu negeri adalah ru'yah bagi semua penduduk negeri dan hukumnya wajib." (Subulus Salam, juz 2, hal. 310)
Imam As-Syaukani membantah pendapat-pendapat yang menyatakan bahwasanya ru'yah hilal berkaitan dengan jarak, iklim dan negeri (Nailul Authar, juz 4, hal. 195)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Orang-orang yang menyatakan bahwa ru'yah tidak digunakan bagi semuanya (negeri-negeri) seperti kebanyakan pengikut-pengikut madzhab Syafi'i, di antaranya mereka ada yang membatasi dengan jarak qashar shalat, ada yang membatasi dengan perbedaan mathla' seperti Hijaz dengan Syam, Iraq dengan Khurasan, kedua-duanya lemah (dha'if) karena jarak qashar shalat tidak berkaitan dengan hilal.... Apabila seseorang menyaksikan pada malam ke 30 bulan Sya'ban di suatu tempat, dekat maupun jauh, maka wajib puasa. Demikian juga kalau menyaksikan hilal pada waktu siang menjelang maghrib maka harus imsak (berpuasa) untuk waktu yang tersisa, sama saja baik satu iklim atau banyak iklim." (Majmu' Fatawa, juz 25, hal. 104-105)

Shidiq Hasan Khan berkata, "Apabila penduduk suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Hal itu dari segi pengambilan dalil hadits-hadits yang jelas mengenai puasa, yaitu "karena melihat hilal dan berbuka (iedul fithri) karena hilal" (Hadits Abu Hurairah dan lain-lain). Hadits-hadits tersebut berlaku untuk semua ummat, maka barangsiapa di antara mereka melihat hilal dimana saja tempatnya, jadilah ru'yah itu untuk semuanya ..." (Ar-Raudhah An-Nadiyah, juz 1, hal. 146)

Hemat kami, pendapat-pendapat di atas bertentangan dengan keterangan Ibnu Abas yang lebih memahami maksud hadis-hadis Shumuu liru’yatihi itu, sebagaimana diajarkan oleh Rasul kepadanya. Hal itu tampak jelas dengan perkataan, “Demikianlah Rasulullah saw. telah memerintahkan kepada kami”.

Sumber: Ustadz Amin Saefullah Muchtar

Kamis, 19 Juli 2012

PENGHINAAN TERHADAP NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DAN UMMAT ISLAM





Assalamualaikum wr wb...


Wahai Kaum Muslimin... Boleh minta bantuan untuk melaporkan halaman ini yang telah menghina Rasulullah dengan mengatakan Rasulullah memperkosa Aisha, dan Allah itu tidak ada, ini halamannya. https://www.facebook.com/ProphetMuhammadrapedAisha

(Ummi Nafilah Airfourz)

Rabu, 18 Juli 2012

Orientasimu adalah Kompas Hidupmu



Ketika ambisi adalah tuhan anda, kantor adalah kuil anda, buku pedoman karyawan adalah kitab suci anda...ketika anda memuja ambisi maka anda tidak akan memiliki hari istirahat. Setiap hari, anda bangun tidur dan berlutut di depan tuhan ambisi dengan menghadap PC atau laptop anda. Anda berdoa sendiri..selalu sendiri...

Ambisi adalah tuhan yang penuh dendam. Dia akan menghukum orang-orang yg gagal memujanya dengan setia, tetapi hukuman itu bukan apa-apa dibandingkan dengan yang dia simpan bagi orang-orang yang setia kepadnya. Mereka mengalami nasib yang paling buruk. Karena hanya ketika mereka tua dan lelah lalu dimakamkan di pojok kantor..lantas kesadaran muncul seperti petir dari kitab suci..


Tuhan ambisi adalah tuhan palsu dan selama ini selalu palsu...

* diambil dari catatan seorang jurnalis senior NPR..eric weiner...semoga jadi pelajaran.

Sumber: Agus Al-Muhajir 
(Penyiar Radio MQ FM)

PENYEBAB NEGARA MENJADI MISKIN




Dalam artikel ini, saya akan menjelaskan secara ringkas apa yang telah dipaparkan oleh Tim Harford. Sesuai kata orang tua dulu deh, make it simple to know it better (ntah orang tua mana yang mengatakan kata-kata ini).

Pertama sekali, Harford menggambarkan bagaimana keadaan Kamerun ketika ia berkunjung kesana. Digambarkan banyaknya pembangunan yang tidak beres, sarana transportasi yang jelek, dan petugas keamanan yang tidak ramah dan mabuk. Setelah itu, Harford mengupas penyebab dari kebobrokan Negara tersebut.


Banyaknya Bandit di Pemerintahan

Yup, bandit di pemerintahan merupakan penyebab pertama. Menurut Harford bandit pemerintahan sebagaimana yang telah ia lihat di Kamerun terdiri atas

1. Diktator yang berkuasa

Menurut Harford, berdasarkan Teori Olson terdapat dua tipe diktator. Yang satu diktator yang diharapkan berkuasa dalam waktu yang pendek. Bayangkan saja sekelompok perampok, dengan senjata lengkap menyerang sebuah desa. Perampok ini tentu tidak akan menyisakan barang sedikitpun melainkan semuanya dirampok untuk kepentingan pribadinya, kecuali ia mempunyai rencana untuk kembali di tahun berikutnya. Negara yang dipimpin dengan diktator bertipe seperti ini tidak akan pernah stabil. Setiap pimpinan yang berkuasa hanya akan memikirkan diri sendiri tanpa mempertimbangkan sustainability dari negaranya.

Tipe yang kedua adalah diktator dengan masa kekuasaan yang panjang. Diktator ini tidak akan menghancurkan perekonomian dan membuat penduduk kelaparan. Kenapa? Karena merekalah angsa bertelur emas sang diktator. Ia akan selalu membuat ekonomi terus berjalan karena berharap agar ada yang dapat ia jarah dari situ. Diktator ini memang akan terus membuat investasi seperti pembangunan yang akan memakmurkan perekonomian, sehingga akan terus mendapat peluang untuk menjarah.

2. Politisi yang tidak memiliki kompetensi dan sering mempertukarkan kepentingan umum dengan peluang mereka sendiri untuk terpilih kembali

3. Para pegawai negeri dan petugas kepolisian yang sering melakukan pungutan liar.

Dalam tulisannya, Harford menyatakan bahwa para bandit ini telah menjalar kemana-mana dan merekalah yang mengantongi uang-uang rakyat Kamerun sehingga tidak tersalurkan secara benar.

Regulasi birokrasi yang panjang dan berbelit belit

Akibat dari bandit bandit di pemerintahan tadi, terciptalah birokrasi panjang yang memberi peluang bagi tiap bandit untuk mencari uang tambahan alias pungutan liar. Bandit utama alias sang dikator, bukannya tidak mengetahui hal ini. Hanya saja dia semacam melakukan pembiaran agar tercipta “kestabilan” dan “dukungan” dari bandit-bandit kecil berhubung niatannya untuk tetap menjarah dalam tempo yang lama.Penyebab Negara Menjadi Miskin

Harford menggambarkan contoh biaya yang harus dikeluarkan warga Kamerun. Seorang wirausahawan harus membayar biaya resmi sebesar pendapatan rata-rata warga Kamerun selama dua tahun. Untuk membeli atau menjual rumah atau tanah orang harus membayar hampir seperlima harga jual rumah atau tanah. Supaya lembaga peradilan bersedia membantu penagihan utang macet, diperlukan waktu sekitar dua tahun dengan biaya lebih dari sepertiga nilai tagihan dan dengan melewati lebih dari 58 prosedur pemeriksaan dan pengesahan. Regulasi konyol dan berbelit ini tentu merupakan kabar baik bagi para birokrat. Karena dengan semakin panjang dan lambatnya sebuah prosedur baku, semakin besar peluang dan godaan untuk membayar uang pelicin.

Negara-negara miskin memiliki banyak contoh paling buruk untuk regulasi semacam ini. Dan hal inilah yang menyebabkan Negara itu tetap miskin. Pemerintah Negara kaya biasanya melaksanakan fungsi fungsi dasar dengan cepat dan murah, sedangkan pemerintah Negara miskin sengaja memperpanjang proses dengan harapan dapat memungut uang tunai tambahan.

Pembangunan Yang Tidak Tepat Sasaran

Dalam tulisannya, Harford menggambarkan dua buah contoh dari pembangunan yang tidak tepat sasaran, namun memiliki penyebab yang berbeda.

Yang pertama adalah pembangunan perpustakaan di sebuah sekolah di Kamerun. Perpustakaan terburuk di dunia, begitulah ia menggambarkannya. Perpustakaan tersebut baru berumur empat tahun, namun sudah rusak dan hancur bagaikan bangunan zaman Byzantium berusia seribu tahun. Alih alih menggunakan dana untuk membeli buku, memnyediakan komputer dengan koneksi internet, atau memberikan beasiswa bagi anak yang tidak mampu, sang kepala sekolah malah mendirikan perpustakaan tanpa memikirkan bagaimana perawatannya kelak. Perpustakaan itu dibangun hanya untuk menaikkan gengsi dan memenuhi ambisi sang kepala sekolah. Hasilnya, sebuah perpustakaan sia-sia yang dibangun atas dasar ambisi dan ingin pamer, bukan kebutuhan. Terciptalah proyek yang tidak pernah harus dibangun akhirnya dibangun, dan tidak dibangun dengan baik. Kepentingan pribadi dan ambisi orang yang duduk dalam kekuasaan memang sering menjadi pemborosan di Negara Negara berkembang.

Contoh yang kedua adalah pembangunan rancangan irigasi di Nepal. Sebelum adanya pembangunan irigasi modern, praktek irigasi dilakukan secara tradisional dengan adanya simbiosis mutualisme antara warga hulu sungai dan warga hilir sungai. Namun ketika pembangunan irigasi dan bendungan modern di Nepal dilakukan, yang ada justru kegagalan. Bendungan tidak terpelihara dan sistem irigasi tidak berjalan. Apakah penyebabnya? Apakah teknologi maju dengan rancangan insinyur-insinyur hebat itu gagal? Adanya kesalahan perhitungan? Atau justru kebijakan tradisional dengan melestarikan kebudayaan irigasi nenek moyang justru lebih baik?

Tim Harford berusaha menjawab kegagalan pemberian insentif pembangunan yang sangat sophisticated ini dengan memulai konsep dasar bahwa proyek apa pun paling mungkin sukses jika orang yang mendapatkan manfaat dari proyek itu sama dengan orang yang mengusahakannya. Itulah sebabnya sistem irigasi tradisional lebih berhasil, karena dirancang, dibangun, dan dirawat oleh petani sendiri. Sebaliknya, bendungan-bendungan dan saluran modern dirancang oleh para insinyur yang tidak akan kelaparan, meskipun rancangan mereka gagal, diawasi oleh pelayan masyarakat yang tetap menerima gaji meskipun proyek tidak sukses, dan didanai oleh para pejabat yang lebih dinilai berdasarkan prosedur ketimbang hasil.

Sering terjadi pembangunan dilaksanakan namun tidak direncanakan bagaimana perawatannya kelak. Pegawai negeri Nepal (kyknya di Indonesia jg gini) dipromosilkan berdasarkan senioritas selain berdasarkan kaitan dengan proyek bergengsi. Perawatan seringkali merupakan pekerjaan yang tidak memiliki harapan, meskipun jika terlaksana akan memberi manfaat bagi petani. Apa yang diharapkan seorang pegawai negeri untuk menjalankan tugas remeh yang tidak akan berakhir, jauh dari Kathmandu (ibukota Nepal) tempat istri dan anaknya?

Contoh ini merupakan contoh yang menunjukkan bahwa jika sebuah masyarakat tidak dapat menyediakan jenis insentif pembangunan yang tepat untuk membuat orang produktif, infrastruktur teknis seperti apa pun tidak akan mampu mengentaskan Negara itu dari kemiskinan. Proyek pembangunan sering diawasi oleh orang yang tidak peduli dengan keberhasilannya tapi memiliki kepentingan besar dari segi pendapatan tambahan dan peningkatan karier.

Solusinya???

Dari sebab yang memiskinkan diatas, tentu kita butuh solusi bagaimana cara memperbaiki keadaan tersebut. Sayangnya, Tim Harford hanya menjelaskan beberapa hal yang dapat menjadi solusi untuk memperbaiki keadaan negara yang sedang terjangkiti kanker kemiskinan merajalela ini. Salah satu reformasi yang sederhana adalah menyederhanakan birokrasi, memudahkan orang mendirikan perusahaan yang memungkinkan wirausahawan mengembangkan dan meminjam uang. Reformasi hukum juga sangat penting, dan ini sangat bergantung pada pemerintahan yang bermoral dan beri’tikad baik. 

Semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa dijadikan pelajaran dalam memperkaya negara Indonesia.

Selasa, 17 Juli 2012

Rohingya, Potret Buram Muslim Myanmar



REPUBLIKA.CO.ID,  "Kami meninggalkan Myanmar karena kami diperlakukan dengan kejam oleh militer. Umat Muslim di sana kalau tidak dibunuh, mereka disiksa," ujar seorang pengungsi, Nur Alam, seperti dikutip BBC, beberapa waktu lalu.

Nur bersama 129 Muslim Rohingya begitu umat Islam yang tinggal di utara Arakan, Myanmar, biasa disebut terpaksa harus meninggalkan tanah kelahirannya.

Ia bersama kawan-kawannya nekat melarikan diri dari Myanmar dengan menumpang perahu tradisional sepanjang 14 meter. Mereka berjejalan di atas perahu kayu dengan bekal seadanya. Akibat mesin perahu yang mereka tumpangi rusak, Muslim Rohingya pun harus rela terkatung-katung di lautan yang ganas.

Hingga akhirnya, mereka ditemukan nelayan Aceh dalam kondisi yang mengenaskan. Menurut Nur, mereka terombang-ambing ombak di lautan ganas selama 20 hari. Kami ingin pergi ke Indonesia, Malaysia, atau negara lain yang mau menerima kami, tutur Nur. Demi menyelamatkan diri dan akidah, mereka rela kelaparan dan kehausan di tengah lautan.

Begitulah potret buram kuam Muslim Rohingya yang tinggal di bagian utara Arakan atau negara bagian Rakhine. Kawasan yang dihuni umat Islam itu tercatat sebagai yang termiskin dan terisolasi dari negara Myanmar atau Burma. Daerah itu berbatasan dengan Bangladesh.

Sejak 1982, Undang-Undang Kewarganegaraan Burma tak mengakui Muslim Rohingya sebagai warga negara Myanmar. Pemerintah di negara itu hanya menganggap mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh atau keturunannya. Terjebak dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan seperti itu, kaum Rohingya pun memilih untuk meninggalkan Myanmar.

Tak mudah bagi mereka untuk melepaskan diri dari negara yang dikuasai Junta Militer itu. Tak jarang mereka harus mengalami kekerasan dan penyiksaan oleh pihak keamanan. Setelah mereka keluar dari negara tersebut, mereka tidak diperkenankan untuk kembali.

Selain itu, umat muslim Rohingya seperti terpenjara di tempat kelahirannya sendiri. Mereka tidak bisa bebas bepergian ke mana pun. Meskipun hanya ingin ke kota tetangga saja, pihak militer selalu meminta surat resmi. Saat ini, sekitar 200 ribu Muslim Rohingnya terpaksa tinggal di kamp pengungsi seadanya di Bangladesh.

Sebagian besar dari mereka yang tidak tinggal di tempat pengungsian resmi memilih untuk pergi ke negara lain melalui jalur laut, terutama melalui Laut Andaman. Kemudian, pihak Pemerintah Thailand juga mengabarkan bahwa mereka telah menahan sebanyak 100 orang Rohingya beberapa waktu yang lalu.

Pemerintah negeri Gajah Putih itu menolak menerima mereka sebagai pengungsi. Untuk mengatasi masalah ini, PBB sudah bergerak melalui salah satu organisasinya yang mengurusi pengungsi, UNHCR.

                                                                          ***

Populasi Muslim Rohingya di Myanmar tercatat sekitar 4,0 persen atau hanya sekitar 1,7 juta jiwa dari total jumlah penduduk negara tersebut yang mencapai 42,7 juta jiwa. Jumlah ini menurun drastis dari catatan pada dokumen Images Asia: Report On The Situation For Muslims In Burma pada Mei tahun 1997. Dalam laporan tersebut, jumlah umat Muslim di Burma mendekati angka 7 juta jiwa.

Mereka kebanyakan datang dari India pada masa kolonial Inggris di Myanmar. Sepeninggal Inggris, gerakan antikolonialisasi di Burma berusaha menyingkirkan orang-orang dari etnis India itu, termasuk mereka yang memeluk agama Islam. Bahkan, umat Muslim di Burma sering sekali menjadi korban diskriminasi.

Pada tahun 1978 dan 1991, pihak militer Burma meluncurkan operasi khusus untuk melenyapkan pimpinan umat Islam di Arakan. Operasi tersebut memicu terjadinya eksodus besar-besaran dari kaum Rohingya ke Bangladesh. Dalam operasi khusus itu, militer tak segan-segan menggunakan kekerasan yang cenderung melanggar hak asasi manusia.

Selain itu, State Law and Order Restoration Council (SLORC) yang merupakan rezim baru di Myanmar selalu berusaha untuk memicu adanya konflik rasial dan agama. Tujuannya untuk memecah belah populasi sehingga rezim tersebut tetap bisa menguasai ranah politik dan ekonomi.

Pada 1988, SLORC memprovokasi terjadinya pergolakan anti-Muslim di Taunggyi dan Prome. Lalu, pada Mei 1996, karya tulis bernada anti-Muslim yang diyakini ditulis oleh SLORC tersebar di empat kota di negara bagian Shan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kekerasan terhadap kaum Muslim.

Kemudian, pada September 1996, SLORC menghancurkan masjid berusia 600 tahun di negara bagian Arakan dan menggunakan reruntuhannnya untuk mengaspal jalan yang menghubungkan markas militer baru daerah tersebut. Sepanjang Februari hingga Maret 1997, SLORC juga memprovokasi terjadinya gerakan anti-Muslim di negara bagian Karen.

Sejumlah masjid dihancurkan, Alquran dirobek dan dibakar. Umat Islam di negara bagian itu terpaksa harus mengungsi. Burma Digest juga mencatat, pada tahun 2005, telah muncul perintah bahwa anak-anak Muslim yang lahir di Sittwe, negara bagian Rakhine (Arakan) tidak boleh mendapatkan akta kelahiran.

Hasilnya, hingga saat ini banyak anak-anak yang tidak mempunyai akta lahir. Selain itu, National Registration Cards (NRC) atau kartu penduduk di negara Myanmar sudah tidak diberikan lagi kepada mereka yang memeluk agama Islam.

                                                                           ***

Mereka yang sangat membutuhkan NRC harus rela mencantumkan agama Buddha pada kolom agama mereka.

Bahkan, Pemerintah Myanmar sengaja membuat kartu penduduk khusus untuk umat Muslim yang tujuannya untuk membedakan dengan kelas masyarakat yang lain. Umat Muslim dijadikan warga negara kelas tiga. Umat Islam di negera itu juga merasakan diskriminasi di bidang pekerjaan dan pendidikan.

Umat Islam yang tidak mengganti agamanya tak akan bisa mendapatkan akses untuk menjadi tentara ataupun pegawai negeri.  Tak hanya itu, istri mereka pun harus berpindah agama jika ingin mendapat pekerjaan.

Pada Juni 2005, pemerintah memaksa seorang guru Muslim menutup sekolah swastanya meskipun sekolah itu hanya mengajarkan kurikulum standar, seperti halnya sekolah negeri, pemerintah tetap menutup sekolah itu.

Sekolah swasta itu dituding mengajak murid-muridnya untuk masuk Islam hanya karena sekolah itu menyediakan pendidikan gratis. Selain itu, pemerintah juga pernah menangkap ulama Muslim di Kota Dagon Selatan hanya karena membuka kursus Alquran bagi anak-anak Muslim di rumahnya. Begitulah nasib Muslim Rohingya.

Nasib buruk yang dialami Muslim Rohingya mulai mendapat perhatian dari Organisasi Konferensi Islam (OKI). Kantor berita Islam, IINA, pada 1 Juni 2011, melaporkan, Sekretariat Jenderal OKI yang bermarkas di Jeddah telah menggelar sebuah pertemuan dengan para pemimpin senior Rohingya. Tujuannya, agar Muslim Rohingya bisa hidup damai, sejahtera, dan memiliki masa depan yang lebih baik.

Dalam pertemuan itu, para pemimpin senior Rohingya bersepakat untuk bekerja sama dan bersatu di bawah sebuah badan koordinasi. Lewat badan koordiansi itulah, OKI mendukung perjuangan Muslim Rohingya untuk merebut dan mendapatkan hak-haknya.
Pertemuan itu telah melahirkan Arakan Rohingya Union (ARU) atau Persatuan Rohingya Arakan. Lewat organisasi itu, Muslim Rohingya akan menempuh jalur politik untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami Muslim Rohingya. Semoga.

Sumber : Harian Republika
Redaktur:
Heri Ruslan
Reporter: Heri Ruslan

Senin, 16 Juli 2012



BUKU PERSIS & POLITIK

Bismillaah --> Didalam Buku PERSIS & POLITIK, di halaman 60-an disana dijelaskan bagaimana Para Ulama yang menginginkan Negara ini berdasarkan Islam dikepung oleh Kaum Nasionalis Sekuler yang jumlahnya tak sebanding. Pada waktu itu hanya ada 3 Ulama yang mewakili Ummat Islam (dalam sidang PPKI) diantaranya: Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim dan Kasman Singodimedjo. Sementara PERSIS sebagai ormas Islam pada saat itu tidak dilibatkan dalam perumusan Dasar Negara karena dibekukan oleh Jepang (disebabkan suaranya yang keras dalam menyeru umat agar kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah). Wallahu A'lam...

Sabtu, 14 Juli 2012

Teladan Itsar (mendahulukan kepentingan orang lain)

Abdullah ibnul mubarak rahimahullah berangkat bersama rombongannya untuk menunaikan ibadah haji. Ditengah perjalanan rombongan menemukan seekor bangkai burung, abdullah ibnul mubarak menyuruh pembantunya untuk membuang bangkai itu ketempat sampah, tiba-tiba ada seorang perempuan yang memungut bangkai burung tsb membungkusnya lalu bergegas pulang ke rumahnya. Abdullah ibnul mubarak memperhatikannya dengan seksama.

Ibnul mubarak bertanya: " mengapa ibu mengambil bangkai itu?"
Perempuan itu menjawab: " kami hidup sangat miskin, kami tidak memiliki apa-apa, kami kelaparan dan tak seorangpun mengetahui kondisis kami".

Abdullah ibnul mubarak meneteskan air mata, beliau berkata kepada pembantunya: " serahkan semua bawaan kita kepada ibu ini, dan berapa uang yang kita punya?".

Pembantunya menjawab: "ada 1000 dinar tuan".
Ibnul mubarak berkata: " sisakan untuk kita 20 dinar dan serahkan sisanya kepada ibu ini, mari kita kembali ke negri kita, karena amal ini lebih baik dari ibadah haji kita tahun ini".
Rombongan abdullah ibnul mubarak akhirnya pulang ke kampung halaman mereka dan tidak jadi melaksanakan ibadah haji pada tahun tersebut...

* warisan tarbiyah, kisah yang menyejarah..