Dalam artikel ini, saya akan menjelaskan secara ringkas apa yang telah dipaparkan oleh Tim Harford. Sesuai kata orang tua dulu deh, make it simple to know it better (ntah orang tua mana yang mengatakan kata-kata ini).
Pertama sekali, Harford
menggambarkan bagaimana keadaan Kamerun ketika ia berkunjung kesana.
Digambarkan banyaknya pembangunan yang tidak beres, sarana transportasi yang
jelek, dan petugas keamanan yang tidak ramah dan mabuk. Setelah itu, Harford
mengupas penyebab dari kebobrokan Negara tersebut.
Banyaknya Bandit di Pemerintahan
Yup, bandit di pemerintahan
merupakan penyebab pertama. Menurut Harford bandit pemerintahan sebagaimana
yang telah ia lihat di Kamerun terdiri atas
1. Diktator yang berkuasa
Menurut Harford, berdasarkan
Teori Olson terdapat dua tipe diktator. Yang satu diktator yang diharapkan
berkuasa dalam waktu yang pendek. Bayangkan saja sekelompok perampok, dengan
senjata lengkap menyerang sebuah desa. Perampok ini tentu tidak akan menyisakan
barang sedikitpun melainkan semuanya dirampok untuk kepentingan pribadinya,
kecuali ia mempunyai rencana untuk kembali di tahun berikutnya. Negara yang
dipimpin dengan diktator bertipe seperti ini tidak akan pernah stabil. Setiap
pimpinan yang berkuasa hanya akan memikirkan diri sendiri tanpa
mempertimbangkan sustainability dari negaranya.
Tipe yang kedua adalah diktator
dengan masa kekuasaan yang panjang. Diktator ini tidak akan menghancurkan
perekonomian dan membuat penduduk kelaparan. Kenapa? Karena merekalah angsa
bertelur emas sang diktator. Ia akan selalu membuat ekonomi terus berjalan
karena berharap agar ada yang dapat ia jarah dari situ. Diktator ini memang
akan terus membuat investasi seperti pembangunan yang akan memakmurkan
perekonomian, sehingga akan terus mendapat peluang untuk menjarah.
2. Politisi yang tidak memiliki
kompetensi dan sering mempertukarkan kepentingan umum dengan peluang mereka
sendiri untuk terpilih kembali
3. Para pegawai negeri dan
petugas kepolisian yang sering melakukan pungutan liar.
Dalam tulisannya, Harford
menyatakan bahwa para bandit ini telah menjalar kemana-mana dan merekalah yang
mengantongi uang-uang rakyat Kamerun sehingga tidak tersalurkan secara benar.
Regulasi birokrasi yang panjang
dan berbelit belit
Akibat dari bandit bandit di
pemerintahan tadi, terciptalah birokrasi panjang yang memberi peluang bagi tiap
bandit untuk mencari uang tambahan alias pungutan liar. Bandit utama alias sang
dikator, bukannya tidak mengetahui hal ini. Hanya saja dia semacam melakukan
pembiaran agar tercipta “kestabilan” dan “dukungan” dari bandit-bandit kecil
berhubung niatannya untuk tetap menjarah dalam tempo yang lama.Penyebab Negara Menjadi Miskin
Harford menggambarkan contoh
biaya yang harus dikeluarkan warga Kamerun. Seorang wirausahawan harus membayar
biaya resmi sebesar pendapatan rata-rata warga Kamerun selama dua tahun. Untuk
membeli atau menjual rumah atau tanah orang harus membayar hampir seperlima
harga jual rumah atau tanah. Supaya lembaga peradilan bersedia membantu
penagihan utang macet, diperlukan waktu sekitar dua tahun dengan biaya lebih
dari sepertiga nilai tagihan dan dengan melewati lebih dari 58 prosedur
pemeriksaan dan pengesahan. Regulasi konyol dan berbelit ini tentu merupakan
kabar baik bagi para birokrat. Karena dengan semakin panjang dan lambatnya
sebuah prosedur baku, semakin besar peluang dan godaan untuk membayar uang
pelicin.
Negara-negara miskin memiliki
banyak contoh paling buruk untuk regulasi semacam ini. Dan hal inilah yang
menyebabkan Negara itu tetap miskin. Pemerintah Negara kaya biasanya
melaksanakan fungsi fungsi dasar dengan cepat dan murah, sedangkan pemerintah
Negara miskin sengaja memperpanjang proses dengan harapan dapat memungut uang
tunai tambahan.
Pembangunan Yang Tidak Tepat
Sasaran
Dalam tulisannya, Harford
menggambarkan dua buah contoh dari pembangunan yang tidak tepat sasaran, namun
memiliki penyebab yang berbeda.
Yang pertama adalah pembangunan
perpustakaan di sebuah sekolah di Kamerun. Perpustakaan terburuk di dunia,
begitulah ia menggambarkannya. Perpustakaan tersebut baru berumur empat tahun,
namun sudah rusak dan hancur bagaikan bangunan zaman Byzantium berusia seribu
tahun. Alih alih menggunakan dana untuk membeli buku, memnyediakan komputer
dengan koneksi internet, atau memberikan beasiswa bagi anak yang tidak mampu,
sang kepala sekolah malah mendirikan perpustakaan tanpa memikirkan bagaimana
perawatannya kelak. Perpustakaan itu dibangun hanya untuk menaikkan gengsi dan
memenuhi ambisi sang kepala sekolah. Hasilnya, sebuah perpustakaan sia-sia yang
dibangun atas dasar ambisi dan ingin pamer, bukan kebutuhan. Terciptalah proyek
yang tidak pernah harus dibangun akhirnya dibangun, dan tidak dibangun dengan
baik. Kepentingan pribadi dan ambisi orang yang duduk dalam kekuasaan memang
sering menjadi pemborosan di Negara Negara berkembang.
Contoh yang kedua adalah
pembangunan rancangan irigasi di Nepal. Sebelum adanya pembangunan irigasi
modern, praktek irigasi dilakukan secara tradisional dengan adanya simbiosis
mutualisme antara warga hulu sungai dan warga hilir sungai. Namun ketika pembangunan
irigasi dan bendungan modern di Nepal dilakukan, yang ada justru kegagalan.
Bendungan tidak terpelihara dan sistem irigasi tidak berjalan. Apakah
penyebabnya? Apakah teknologi maju dengan rancangan insinyur-insinyur hebat itu
gagal? Adanya kesalahan perhitungan? Atau justru kebijakan tradisional dengan
melestarikan kebudayaan irigasi nenek moyang justru lebih baik?
Tim Harford berusaha menjawab
kegagalan pemberian insentif pembangunan yang sangat sophisticated ini dengan
memulai konsep dasar bahwa proyek apa pun paling mungkin sukses jika orang yang
mendapatkan manfaat dari proyek itu sama dengan orang yang mengusahakannya.
Itulah sebabnya sistem irigasi tradisional lebih berhasil, karena dirancang,
dibangun, dan dirawat oleh petani sendiri. Sebaliknya, bendungan-bendungan dan
saluran modern dirancang oleh para insinyur yang tidak akan kelaparan, meskipun
rancangan mereka gagal, diawasi oleh pelayan masyarakat yang tetap menerima
gaji meskipun proyek tidak sukses, dan didanai oleh para pejabat yang lebih
dinilai berdasarkan prosedur ketimbang hasil.
Sering terjadi pembangunan
dilaksanakan namun tidak direncanakan bagaimana perawatannya kelak. Pegawai
negeri Nepal (kyknya di Indonesia jg gini) dipromosilkan berdasarkan senioritas
selain berdasarkan kaitan dengan proyek bergengsi. Perawatan seringkali
merupakan pekerjaan yang tidak memiliki harapan, meskipun jika terlaksana akan
memberi manfaat bagi petani. Apa yang diharapkan seorang pegawai negeri untuk
menjalankan tugas remeh yang tidak akan berakhir, jauh dari Kathmandu (ibukota
Nepal) tempat istri dan anaknya?
Contoh ini merupakan contoh yang
menunjukkan bahwa jika sebuah masyarakat tidak dapat menyediakan jenis insentif
pembangunan yang tepat untuk membuat orang produktif, infrastruktur teknis seperti
apa pun tidak akan mampu mengentaskan Negara itu dari kemiskinan. Proyek
pembangunan sering diawasi oleh orang yang tidak peduli dengan keberhasilannya
tapi memiliki kepentingan besar dari segi pendapatan tambahan dan peningkatan
karier.
Solusinya???
Dari sebab yang memiskinkan
diatas, tentu kita butuh solusi bagaimana cara memperbaiki keadaan tersebut.
Sayangnya, Tim Harford hanya menjelaskan beberapa hal yang dapat menjadi solusi
untuk memperbaiki keadaan negara yang sedang terjangkiti kanker kemiskinan
merajalela ini. Salah satu reformasi yang sederhana adalah menyederhanakan
birokrasi, memudahkan orang mendirikan perusahaan yang memungkinkan
wirausahawan mengembangkan dan meminjam uang. Reformasi hukum juga sangat
penting, dan ini sangat bergantung pada pemerintahan yang bermoral dan
beri’tikad baik.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan
bisa dijadikan pelajaran dalam memperkaya negara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar