Rabu, 18 Juli 2012

PENYEBAB NEGARA MENJADI MISKIN




Dalam artikel ini, saya akan menjelaskan secara ringkas apa yang telah dipaparkan oleh Tim Harford. Sesuai kata orang tua dulu deh, make it simple to know it better (ntah orang tua mana yang mengatakan kata-kata ini).

Pertama sekali, Harford menggambarkan bagaimana keadaan Kamerun ketika ia berkunjung kesana. Digambarkan banyaknya pembangunan yang tidak beres, sarana transportasi yang jelek, dan petugas keamanan yang tidak ramah dan mabuk. Setelah itu, Harford mengupas penyebab dari kebobrokan Negara tersebut.


Banyaknya Bandit di Pemerintahan

Yup, bandit di pemerintahan merupakan penyebab pertama. Menurut Harford bandit pemerintahan sebagaimana yang telah ia lihat di Kamerun terdiri atas

1. Diktator yang berkuasa

Menurut Harford, berdasarkan Teori Olson terdapat dua tipe diktator. Yang satu diktator yang diharapkan berkuasa dalam waktu yang pendek. Bayangkan saja sekelompok perampok, dengan senjata lengkap menyerang sebuah desa. Perampok ini tentu tidak akan menyisakan barang sedikitpun melainkan semuanya dirampok untuk kepentingan pribadinya, kecuali ia mempunyai rencana untuk kembali di tahun berikutnya. Negara yang dipimpin dengan diktator bertipe seperti ini tidak akan pernah stabil. Setiap pimpinan yang berkuasa hanya akan memikirkan diri sendiri tanpa mempertimbangkan sustainability dari negaranya.

Tipe yang kedua adalah diktator dengan masa kekuasaan yang panjang. Diktator ini tidak akan menghancurkan perekonomian dan membuat penduduk kelaparan. Kenapa? Karena merekalah angsa bertelur emas sang diktator. Ia akan selalu membuat ekonomi terus berjalan karena berharap agar ada yang dapat ia jarah dari situ. Diktator ini memang akan terus membuat investasi seperti pembangunan yang akan memakmurkan perekonomian, sehingga akan terus mendapat peluang untuk menjarah.

2. Politisi yang tidak memiliki kompetensi dan sering mempertukarkan kepentingan umum dengan peluang mereka sendiri untuk terpilih kembali

3. Para pegawai negeri dan petugas kepolisian yang sering melakukan pungutan liar.

Dalam tulisannya, Harford menyatakan bahwa para bandit ini telah menjalar kemana-mana dan merekalah yang mengantongi uang-uang rakyat Kamerun sehingga tidak tersalurkan secara benar.

Regulasi birokrasi yang panjang dan berbelit belit

Akibat dari bandit bandit di pemerintahan tadi, terciptalah birokrasi panjang yang memberi peluang bagi tiap bandit untuk mencari uang tambahan alias pungutan liar. Bandit utama alias sang dikator, bukannya tidak mengetahui hal ini. Hanya saja dia semacam melakukan pembiaran agar tercipta “kestabilan” dan “dukungan” dari bandit-bandit kecil berhubung niatannya untuk tetap menjarah dalam tempo yang lama.Penyebab Negara Menjadi Miskin

Harford menggambarkan contoh biaya yang harus dikeluarkan warga Kamerun. Seorang wirausahawan harus membayar biaya resmi sebesar pendapatan rata-rata warga Kamerun selama dua tahun. Untuk membeli atau menjual rumah atau tanah orang harus membayar hampir seperlima harga jual rumah atau tanah. Supaya lembaga peradilan bersedia membantu penagihan utang macet, diperlukan waktu sekitar dua tahun dengan biaya lebih dari sepertiga nilai tagihan dan dengan melewati lebih dari 58 prosedur pemeriksaan dan pengesahan. Regulasi konyol dan berbelit ini tentu merupakan kabar baik bagi para birokrat. Karena dengan semakin panjang dan lambatnya sebuah prosedur baku, semakin besar peluang dan godaan untuk membayar uang pelicin.

Negara-negara miskin memiliki banyak contoh paling buruk untuk regulasi semacam ini. Dan hal inilah yang menyebabkan Negara itu tetap miskin. Pemerintah Negara kaya biasanya melaksanakan fungsi fungsi dasar dengan cepat dan murah, sedangkan pemerintah Negara miskin sengaja memperpanjang proses dengan harapan dapat memungut uang tunai tambahan.

Pembangunan Yang Tidak Tepat Sasaran

Dalam tulisannya, Harford menggambarkan dua buah contoh dari pembangunan yang tidak tepat sasaran, namun memiliki penyebab yang berbeda.

Yang pertama adalah pembangunan perpustakaan di sebuah sekolah di Kamerun. Perpustakaan terburuk di dunia, begitulah ia menggambarkannya. Perpustakaan tersebut baru berumur empat tahun, namun sudah rusak dan hancur bagaikan bangunan zaman Byzantium berusia seribu tahun. Alih alih menggunakan dana untuk membeli buku, memnyediakan komputer dengan koneksi internet, atau memberikan beasiswa bagi anak yang tidak mampu, sang kepala sekolah malah mendirikan perpustakaan tanpa memikirkan bagaimana perawatannya kelak. Perpustakaan itu dibangun hanya untuk menaikkan gengsi dan memenuhi ambisi sang kepala sekolah. Hasilnya, sebuah perpustakaan sia-sia yang dibangun atas dasar ambisi dan ingin pamer, bukan kebutuhan. Terciptalah proyek yang tidak pernah harus dibangun akhirnya dibangun, dan tidak dibangun dengan baik. Kepentingan pribadi dan ambisi orang yang duduk dalam kekuasaan memang sering menjadi pemborosan di Negara Negara berkembang.

Contoh yang kedua adalah pembangunan rancangan irigasi di Nepal. Sebelum adanya pembangunan irigasi modern, praktek irigasi dilakukan secara tradisional dengan adanya simbiosis mutualisme antara warga hulu sungai dan warga hilir sungai. Namun ketika pembangunan irigasi dan bendungan modern di Nepal dilakukan, yang ada justru kegagalan. Bendungan tidak terpelihara dan sistem irigasi tidak berjalan. Apakah penyebabnya? Apakah teknologi maju dengan rancangan insinyur-insinyur hebat itu gagal? Adanya kesalahan perhitungan? Atau justru kebijakan tradisional dengan melestarikan kebudayaan irigasi nenek moyang justru lebih baik?

Tim Harford berusaha menjawab kegagalan pemberian insentif pembangunan yang sangat sophisticated ini dengan memulai konsep dasar bahwa proyek apa pun paling mungkin sukses jika orang yang mendapatkan manfaat dari proyek itu sama dengan orang yang mengusahakannya. Itulah sebabnya sistem irigasi tradisional lebih berhasil, karena dirancang, dibangun, dan dirawat oleh petani sendiri. Sebaliknya, bendungan-bendungan dan saluran modern dirancang oleh para insinyur yang tidak akan kelaparan, meskipun rancangan mereka gagal, diawasi oleh pelayan masyarakat yang tetap menerima gaji meskipun proyek tidak sukses, dan didanai oleh para pejabat yang lebih dinilai berdasarkan prosedur ketimbang hasil.

Sering terjadi pembangunan dilaksanakan namun tidak direncanakan bagaimana perawatannya kelak. Pegawai negeri Nepal (kyknya di Indonesia jg gini) dipromosilkan berdasarkan senioritas selain berdasarkan kaitan dengan proyek bergengsi. Perawatan seringkali merupakan pekerjaan yang tidak memiliki harapan, meskipun jika terlaksana akan memberi manfaat bagi petani. Apa yang diharapkan seorang pegawai negeri untuk menjalankan tugas remeh yang tidak akan berakhir, jauh dari Kathmandu (ibukota Nepal) tempat istri dan anaknya?

Contoh ini merupakan contoh yang menunjukkan bahwa jika sebuah masyarakat tidak dapat menyediakan jenis insentif pembangunan yang tepat untuk membuat orang produktif, infrastruktur teknis seperti apa pun tidak akan mampu mengentaskan Negara itu dari kemiskinan. Proyek pembangunan sering diawasi oleh orang yang tidak peduli dengan keberhasilannya tapi memiliki kepentingan besar dari segi pendapatan tambahan dan peningkatan karier.

Solusinya???

Dari sebab yang memiskinkan diatas, tentu kita butuh solusi bagaimana cara memperbaiki keadaan tersebut. Sayangnya, Tim Harford hanya menjelaskan beberapa hal yang dapat menjadi solusi untuk memperbaiki keadaan negara yang sedang terjangkiti kanker kemiskinan merajalela ini. Salah satu reformasi yang sederhana adalah menyederhanakan birokrasi, memudahkan orang mendirikan perusahaan yang memungkinkan wirausahawan mengembangkan dan meminjam uang. Reformasi hukum juga sangat penting, dan ini sangat bergantung pada pemerintahan yang bermoral dan beri’tikad baik. 

Semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa dijadikan pelajaran dalam memperkaya negara Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar