Minggu, 23 Juni 2013

Hal Negatif: Multitasking, Hentikan Cara Kerja Seperti Ini




BAGI sebagian besar orang, multitasking merupakan kebiasaan sehari-hari yang sulit ditinggalkan karena sibuk dan terlalu sulit membagi waktu.
Contoh multitasking paling sederhana yang sering dilakukan seperti mengirim sms sambil berjalan, mengirim email sambil meeting, memasang make-up sambil menyetir, menelfon sambil memasak dan bentuk lainnya.
Mungkin Anda mengira multitasking dapat menyelesaikan beberapa hal dalam satu waktu secara lebih cepat, namun sebuah penelitian mengemukakan bahwa hal ini malah tidak efisien dan bahkan beresiko terhadap kesehatan dan daya ingat.
Berikut beberapa alasan yang dikemukakan oleh para ahli mengenai multitasking, seperti dilansir Huffington Post:

1. Ternyata Anda bukan sedang multitasking
Seorang ahli, Guy Winch, PhD menyatakan bahwa yang menganggap dirinya multitasking sebenarnya sedang melakukan proses pertukaran pekerjaan.
"Ketika berbicara mengenai perhatian dan produktifitas, otak kita memiliki jumlah yang terbatas," jelasnya.
Jadi sebenarnya apa yang dilakukan sekedar bolak-balik dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, bukan menyelsaikan dua pekerjaan sekaligus.

2. Malah memperlambat kinerja
Jika anda melakukan multitasking dengan niat mempercepat cara kerja, maka Anda salah. Sebab ini malah akan membuat Anda lebih lama menyelesaikan dua pekerjaan sambil bolak-balik. Jadi lebih baik menyelasaikan satu hal terlebih dahulu lalu menyelesaikan pekerjaan berikutnya.

3. Kemungkinan melakukan kesalahan lebih besar
Para ahli menyatakan multitasking dapat mengurangi 40% produktifitas dan memperbesar resiko membuat kesalahan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan.

4. Kehilangan kesempatan menikmati hal lain
Orang yang terbiasa melakukan dua hal sekaligus cenderung tidak dapat melihat kejadian, benda atau peristiwa yang sedang terjadi di depannya, seperti yang dinyatakan Western Washington University. Hal ini disebabkan fokus berlebih terhadap dua hal dalam waktu yang bersamaan, namun malah sia-sia karena pada akhirnya fokus tetap akan tertuju pada satu pekerjaan terlebih dahulu.

5. Mempengaruhi daya ingat
Sering membaca buku sambil menonton televisi? Maka Anda akan kehilangan detail dari salah satu atau kedua hal yang sedang dilakukan. Ini menajdi cikal bakal kelemahan daya ingat dan sulit membagi fokus dalam pekerjaan.

6. Merusak hubungan dengan pasangan
Apakah Anda suka merasa jengkel ketika sedang berbicara, lalu tidak dihiraukan karena pasangan Anda sibuk memainkan handphone atau mengirimkan pesan singkat? Multitasking merupakan hal yang sangat vital dalam sebuah hubungan karena dapat merusak keharmonisan, keintiman dan perhatian satu sama lainnya. Sebaiknya ketika sedang berbicara atau menghabiskan waktu bersama pasangan, singkirkan terlebih dahulu alat-alat komunikasi dan gadget lainnya.

7. Meningkatkan asupan makan
Ketika makan sambil melakukan hal lain seperti nonton TV, main handphone atau pekerjaan lain, maka perut akan menerima makan lebih banyak. Sebab, perut tidak merasa cepat kenyang akibat pengalihan aktifitas lain yang sedang dilakukan.

8. Melumpuhkan kreativitas
Menurut penelitian yang dilakukan University of Illinois Chicago, multitasking menguras kinerja otak yang bertugas menyimpan ingatan. Sebab, fokus yang berlebih dapat mempengaruhi dan merusak performa pemecahan masalah dan kreatifitas otak.

9. Sangat berbahaya
Melakukan pekerjaan lain sambil jalan atau membawa mobil sangatlah berbahaya. Malah semakin banyak orang yang melakukan ini dan mengabaikan resiko keamanan mereka sendiri. Karena itu, jika ingin melakukan multitasking, berfikirlah dua kali sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.

Sumber: http://www.tabloidbintang.com/gaya-hidup/psikologi/68946-hal-negatif-multitasking,-hentikan-cara-kerja-seperti-ini.html

Kamis, 20 Juni 2013

Tazkiyatun Nafs

                                       8 PENYAKIT JIWA

Rasulullah memberikan jalan keluar kepada seorang pemuda berupa do’a, yang sekaligus merupakan petunjuk kepada manusia tentang penyakit jiwa yang seharusnya dihindari. Do’a yang dimaksud adalah :
“Allahumma innii a’uudzu bika minal hammi wal hazn, wa a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’uudzu bika minal jubni wal bukhl, wa a’uudzu bika min ghalabatid dini wa qahrir rijaal.”

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat peragu dan duka nestapa, aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah dan malas, aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir dan penakut, dan aku berlindung kepada-Mu dari timpaan hutang dan intimidasi.”

Do’a ini senantiasa dibaca Nabi pada saat beliau usai menjalankan sholat, menjelang tidur atau setelah bangun tidur.

Do’a tadi sekaligus memberi petunjuk kepada manusia tentang delapan penyakit jiwa yang harus dihindari. Kedelapan penyakit itu adalah:

1.    HAMMI (ragu-ragu menghadapi masa depan)
Sesungguhnya tiap manusia telah dikarunai akal, keterampilan dan kemauan. Sesuatu yang dimiliki (jika ia tahu dan bisa menggunakan dengan baik) pasti akan bisa mengatasi kesulitan hidupnya dan mencari jalan keluarnya. Sebaliknya kalau hatinya senantiasa ragu, bimbang, maka otaknya akan tertutup, geraknya tanpa kepastian. Langkahnya selalu maju-mundur, sehingga peluang yang ada kabur, dan ia hanya bisa menyesal.


2.    HAZAN (berduka, menyesali diri dan kecewa akan kegagalan masa lalu)

Kegagalan dalam hidup adalah biasa dan wajar. Namun kegagalan hendaknya tidak menjadikan hati kecut dan kecewa serta berputus asa, melainkan seharusnya menjadi cambuk untuk melecut semangat dalam berusaha dan merupakan pedoman untuk menghindari kegagalan dan meraih keberhasilan. Merintih, meratapi masa lalu dan berandai-andai adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak disukai oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.


3.    ‘AJZI (pesimis, merasa tak berdaya)

Karena kurang percaya pada diri sendiri, maka ia akan senantiasa merasa dirinya lemah, tidak berguna. Bila diajak orang senantiasa menolak, karena merasa khawatir, selalu mencekam, takut salah. Pembicaraannya menggambarkan suatu yang suram, sedih, lemah, tidak punya inisiatif, dan tidak bergairah.


4.    KASL (malas)
Ada orang yang bila diajak untuk melakukan sesuatu ia selalu berusaha menghindar dengan berbagai alasan yang tak jelas, suka menunda pekerjaan, dan apabila diajak bermusyawarah tidak mau berpendapat dengan dalih hal tersebut tidak penting untuk dipikirkan. Orang seperti ini, kalau ia tidak mau bertindak, bukanlah karena fisiknya lemah atau sakit, tidak punya keterampilan atau otaknya buntu, melainkan semata karena malas. Padahal menunda pekerjaan berarti menambah beban, menghindari pekerjaan berarti membiarkan peluang berlalu. Padahal waktu itu ibarat mata pedang, bila tidak mampu menggunakan dengan baik dan benar, akan membunuh diri sendiri.

5.    JUBNI (penakut)

Penyakit ini membuat orang merasa takut tidak berani berjalan, berpikir, dan berbuat sendiri, ia tidak berani menyatakan sikapnya sendiri kepada orang lain, apalagi memperbaiki kesalahan diri atau orang lain walaupun ia mengetahui. Sesungguhnya tiap manusia punya rasa takut, dan ini bermanfaat agar orang waspada dan hati-hati dalam bertindak. Namun bila berlebihan, maka akan merugikan bagi diri maupun orang lain.


6.    BAKHIL (kikir)
Kikir tidak hanya terkait dengan harta, melainkan bisa pula kikir dalam ilmu dan budi. Orang kikir tidak mau memberikan miliknya kepada orang lain, kecuali sangat sedikit. Kalau ia punya harta, ia hitung-hitung terus hartanya dan disimpan di tempat seaman-amannya karena takut berkurang atau hilang. Kalau ia punya ilmu tak mau mengajarkannya kepada orang lain takut akan tertandingi dirinya. Bahkan orang kikir tidak mau memberikan senyum kepada orang lain. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah.” (HR Tirmidzi)

7.    HUTANG

Pada hakikatnya, hutang adalah mengurangi jatah rizqi hari esok. Lebih-lebih jika hutang itu untuk keperluan konsumtif, dan tanpa perhitungan. Resiko yang diderita orang berhutang adalah ketika ia tidak bisa melunasi pada waktunya : takut ketemu orang, mempersempit pergaulan, harga diri/martabat turun tanpa terasa, bahkan bisa menimbulkan pembunuhan.


8.    TERINTIMIDASI (diperbudak)

Sebenarnya secara fisik perbudakan sudah “tidak ada” di dunia modern seperti saat ini, namun kenyataannya banyak orang yang masih hidup seperti budak. Seperti halnya seorang karyawan atau pembantu yang dipekerjakan tanpa perikemanusiaan, diperas tenaga dan pikirannya dengan upah yang sangat kecil, bahkan tak diberi kesempatan istirahat, dan yang lebih parah tidak diperbolehkan menunaikan kewajiban kepada Rabb-Nya.

Tapi ada pula manusia yang bebas, namun ia diperbudak dirinya sendiri atau diperbudak oleh harta atau tahta (kekuasaan) dan wanita. Segala sesuatu berpotensi menimbulkan masalah, tapi bagi orang yang beriman, masalah bisa menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengasah keuletan, memperpanjang kesabaran.

Allah telah mengaruniakan kita akal untuk memilih, hati untuk memahami, akhlakul karimah untuk menyikapi. Begitulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita. Baik suka maupun duka, hendaknya menjadi sarana turunnya berkah bagi kita semua. Itulah petunjuk Rasulullah, dan do’a yang diajarkan Rasul kepada kita, demi mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.


Selasa, 11 Juni 2013

KABAR SURIAH

BERITA TERKINI
Pemimpin FSA Abdul Basit, kepada Al-Jazeera:





"USA menghalangi kami mendapatkan senjata dari berbagai arah dan menginginkan kita berlutut kepada kemauan mereka atau mati di bawah Assad. Mereka pura-pura membantu kita namun semua yang mereka beri sejauh ini hanyalah kata-kata kosong dan reputasi buruk.

Padahal satu-satunya yang mereka pikirkan sebenarnya adalah menjaga pertempuran agar tetap berlangsung selama mungkin untuk melemahkan Syria dan pertahanannya dalam menghadapi Israel, barangkali saja akan terjadi perang di masa depan dengan kami.

Mereka menuduh kawan-kawan kami teroris. Seperti Jabhat Al Nushra, yang merupakan saudara Muslim kami.

Sementara negara-negara besar sedang merencanakan agenda besar mereka di Syria, kami mencari dan meminta 1 peluru demi membela diri... kami bersedia menerima senjata dari berbagai belahan Dunia baik Muslim mapun non-Muslim. Akan tetapi... masa depan Syria akan dijadikan negara Islam dengan aspek modern dan demokrasi oleh mereka!

Hanya rakyat Syria berhak memutuskan siapa yang akan mengatur kami, bukan agenda Barat maupun Timur."

Sumber: http://www.aljazeera.net/news/pages/a084edf0-2a20-4761-b024-68ff42f137b1

Sabtu, 28 Juli 2012

"Futuhat, Gerbang Kebangkitan Peradaban Barat... Sumbangan Peradaban Islam untuk Peradaban Barat"


"Futuhat, Gerbang Kebangkitan Peradaban Barat... Sumbangan Peradaban Islam untuk Peradaban Barat"

Para Ulama dan Ilmuan Muslim dalam semua spesialisasi serta prestasi mempunyai pesan positif dalam mengembangkan rasionalisme Eropa. Hal ini tercermin dalam bidang ilmu-ilmu eksperimental dan terapan juga ilmu-ilmu teoritas. Tentang fakta ini, seorang penulis spanyol Plasco Abianz menegaskan bahwa kebangkitan Eropa tidak datang dari utara, tapi dari selatan bersama kaum Muslim yang datang melakukan futuhat (Pembebasan) terhadap Andalusia. Mereka datang sambil membawa peradaban dan kemajuan serta memasukkan budaya yang masih muda, segar dan energik.

Andalusia saat itu menjadi pusat penerjemahan buku-buku dari Arab ke latin. Daerah ini sering di kunjungi oleh Ilmuan renaisance pada abad ke-12 . Mereka datang berbondong-bondong untuk menimba Ilmu dari peradabaan Islam dalam berbagai Ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Beberapa cendikiawan barat yang belajar di sana antara lain adalah Adelard dari Inggris, Herman dari utara Venice dan Gerard dari Cremona di Italia. Selain itu ada juga Robert Shirteri (1114 M) yang merupakan salah satu intelektual barat dalam bidang penerjemahan pada paruh pertama abad ke dua belas. Dia pula yang menerjemahkan buku karangan Al Khawarizmi dalam bidang matematika, astronomi dan Kimia. Bahkan penduduk spanyol yang beragama Yahudi turut berpartisipasi dalam upaya mentransfer pengetahuan dari buku-buku yang berbahasa Arab kedalam bahasa latin, di antaranya Domo Nicous, Petrus Alfons, Hanna Sevilla dll.

Jadi secara ringkas bisa kita simpulkan bahwa futuhat (Pembebadan) terhadap Andalusia adalah menjadi gerbang transpormasi dari peradaban Islam yang cemerlang ke barat khususnya Eropa yang sebelumnya tenggelam dalam Kegelapan, peradaban yang rendah, kemudian Islam datang mengeluarkan mereka dari kegelapan, kebodohan serta memberikan pencerahan dan contoh kehidupan yang berperadaban tinggi. Wallahu a’lam Bish Shawwab.

Sumber: dakwahkampus.com

Minggu, 22 Juli 2012

Dewan Ulama Al-Azhar Serukan Boikot Myanmar




KAIRO (salam-online.com): 
Dewan Ulama Al-Azhar dalam pernyataan mengenai kejahatan terhadap kaum Muslim Rohingya di Myanmar, menyerukan demonstrasi umat Islam di depan Kedutaan Besar Myanmar di seluruh dunia Islam.

Fars News melaporkan, Al-Azhar menuntut reaksi tegas khususnya terhadap pemerintah Myanmar atas aksi pembantaian warga Muslim etnis Rohingya.

Dewan Ulama Al-Azhar dalam pernyataannya mengecam pembunuhan, penyiksaan, dan pembantaian massal terhadap etnis Muslim Rohingya.

Menyinggung kebungkaman masyarakat internasional di hadapan aksi tidak manusiawi itu, Dewan Ulama Al-Azhar menyerukan protes dan blokade terhadap Kedutaan Besar Myanmar di seluruh negara Islam.

Seraya menjelaskan ketertindasan Muslim Rohingya, Al-Azhar menilai apa yang terjadi di Myanmar lebih buruk dari perlakuan rezim Zionis Israel terhadap warga Palestina. Tidak terdengarnya teriakan mereka (Rohingya) merupakan hal yang sangat menyedihkan di era informasi seperti saat ini.

Dewan Ulama Al-Azhar juga menekankan persaudaraan sesama Muslim dan menuntut para politisi serta penguasa negara-negara Islam untuk memboikot Myanmar sampai pemerintah Rangoon memperbaiki kondisi untuk warga Muslim di negaranya.

Dewan Ulama Al-Azhar juga meminta Syeikh Al-Azhar merilis pernyataan tentang berbagai kejahatan yang menimpa warga Muslim Myanmar, demi keridhaan Allah SWT. (Republika/Salam-online)

Jumat, 20 Juli 2012

HARUSKAH DENGAN RUKYAT GLOBAL?




Allah Swt. berfirman:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
 “... Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir pada bulan itu hendaklah ia shaum, dan barang siapa sakit atau dalam sapar, maka (wajib ia shaum) beberapa (hari yang ditinggalkan) itu pada hari-hari yang lain...”  (QS. Al-Baqarah, 2:185)

Kata syahida berarti ada ditempat sendiri atau tidak sedang safar. Karena ternyata ayat itu bersambung   dengan kalimat “barang siapa sakit atau dalam safar”. Dengan keterangan ini akan muncul satu pertanyaan, apakah dengan terlihat hilal di suatu tempat menjadi ukuran bagi seluruh tempat di dunia ini? Untuk menjawab pertanyaan seperti itu kita perhatikan hadis berikut ini.

عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلَالَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِي آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلَالَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلَا نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلَاثِينَ أَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ أَوَ لَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ فَقَالَ لَا هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 “Dari Kuraib, sesungguhnya Ummul Fadhl mengutusnya kepada Mu’awiyah di Syam. Ia berkata, ‘Aku tiba di Syam dan aku selesaikan keperluannya (Ummul Fadhl) dan jelas bagiku hilal bulan Ramadhan pada waktu aku di syam, yaitu aku melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku kembali ke Madinah pada akhir bulan. Kemudian Ibnu Abbas bertanya kepadaku, lalu ia menerangkan hilal, maka ia bertanya, ‘Kapan kalian melihat hilal itu?’ Aku menjawab, ‘Kami melihat hilal itu pada malam Jum’at’. Ia bertanya lagi, ‘Apakah engkau betul-betul melihatnya?’ Aku menjawab benar, ‘benar’ dan orang-orang pun melihatnya dan mereka shaum dan Mu’awiyah pun shaum.’ Kemudian ia berkata, ‘Tapi kami melihat hilal itu pada malam sabtu, karena itu kami terus-menerus shaum sampai kami menyempurnakan tiga puluh hari. atau kami melihatnya’ Aku bertanya, ‘Apakah tidak cukup dengan rukyat Mu’awiyah dan shaumnya.’ Ia menjawab, ‘Tidak, demikianlah Rasulullah saw. memerintah kami.” - H.R. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan Ibnu Majah –

Keterangan:
Hadis di atas oleh Imam Muslim (Shahih Muslim, V:367) ditempatkan dalam Kitabus Shaum
بَاب بَيَانِ أَنَّ لِكُلِّ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ وَأَنَّهُمْ إِذَا رَأَوْا الْهِلَالَ بِبَلَدٍ لَا يَثْبُتُ حُكْمُهُ لِمَا بَعُدَ عَنْهُمْ
Hadis di atas oleh Imam Abu Daud (Sunan Abi Daud, VI:270) ditempatkan dalam Kitabus Shaum
بَاب إِذَا رُئِيَ الْهِلَالُ فِي بَلَدٍ قَبْلَ الْآخَرِينَ بِلَيْلَةٍ
Hadis di atas oleh Imam at-Tirmidzi (Sunan at-Tirmidzi, III:122) ditempatkan dalam Kitabus Shaum
بَاب مَا جَاءَ لِكُلِّ أَهْلِ بَلَدٍ رُؤْيَتُهُمْ
Hadis di atas oleh Imam an-Nasai (Sunan Nasai, VII:263) ditempatkan dalam Kitabus Shaum
اخْتِلَافُ أَهْلِ الْآفَاقِ فِي الرُّؤْيَةِ

Hadis di atas menunjukkan bahwa Ibnu Abbas tidak mengamalkan rukyat ahli Syam. Dan di akhir hadisnya ia mengatakan, “Demikianlah Rasulullah saw. memerintah kami”, Kalimat terakhir ini menjadi dalil bahwa Ibnu Abbas mengetahui betul dari Rasulullah saw. bahwa beliau tidak mengharuskan penduduk suatu negeri untuk mengamalkan rukyat penduduk negeri yang lain.
Karena itu hadis tersebut dikategorikan sebagai hadis marfu’ hukman, yaitu kedudukannya sama dengan hadis Rasulullah saw. yang harus dijadikan hujjah, karena perbuatan itu merupakan pelaksanaan atas perintah Rasulullah saw., dan bukan merupakan ijtihad Ibnu Abbas sebagaimana yang dituduhkan oleh sementara kalangan.

Dengan demikian, ketentuan waktu ibadah bagi suatu negeri berdasarkan rukyatnya masing-masing, karena terdapat perbedaan mathla’, dan tidak perlu mengikuti negeri yang lain. Umpamanya di Indonesia dinyatakan tidak terlihat hilal sedangkan di Mekah dinyatakan terlihat hilal pada saat matahari terbenam, maka jatuhnya tanggal akan berbeda. Buat Indonesia, pada hari esoknya akan menjadi hari terakhir dari bulan yang sedang berjalan, sedangkan untuk Mekkah hari esoknya akan menjadi tanggal 1 awal bulan baru, seperti yang terjadi pada bulan Syawwal 1417 H. Buat Mekkah tanggal 1 Syawwal jatuh pada hari Selasa 8 April 1997 M, sedangkan buat Indonesia jatuh pada hari Rabu 9 April 1997 M.

Hal ini bisa terjadi karena pada hari Senin tanggal 29 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 7 April 1997 M, pada saat matahari terbenam (maghrib) hilal Syawwal belum muncul di Indonesia. Karena itu, bulan Ramadhan genap 30 hari (hari terakhir selasa 8 April) dan idul fitri 1 Syawwal 1417 H jatuh pada hari Rabu 9 April 1997 M. Sementara di Mekkah, karena hilal Syawwal sudah muncul saat matahari terbenam (maghrib) pada hari Senin tanggal 29 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 7 April 1997 M, maka 1 Syawwal 1417 H jatuh pada hari selasa 8 April 1997 M.

Almarhum Ustadz Abdurrahman mengutip dari kitab Ahkamul Quran, hal. 85: “Bila orang Aghmat sebuah tempat di Maroko melihat hilal pada malam Jum’at. kemudian di Asbilia (Spanyol) melihat hilal pada malam Sabtu, maka bagi penduduk setiap negeri berdasarkan rukyatnya masing-masing karena terdapat perbedaan matla’.”

Jadi, bila Ramadhan, Idul Fitri, atau Idul Adhha terjadi perbedaan hari antara Indonesia dengan negara lain, maka hal ini tidak menyalahi syariah, karena begitulah perintah Rasulullah. Justru termasuk menyalahi syariah bila harus mengikuti negeri yang lain, seperti ke negara Arab Saudi.

Perbedaan Mathla' (Tempat Muncul Hilal)

Hadits Shumuu liru’yatihi (Shaumlah karena melihat hilal) menerangkan dengan jelas bahwa dalam mengetahui masuk dan berakhirnya bulan puasa adalah dengan ru'yah hilal (melihat bulan sabit pertama), dan konteks kalimatnya kepada semua kaum muslimin (di seluruh kawasan dan negeri) bukan hanya kepada satu negeri atau kampung tertentu.

Maka, bagaimana cara mengkompromikan hadits-hadits d iatas dengan hadits Kuraib atau hadits Ibnu Abbas di atas. Dalam hadits Kuraib di atas dan hadits-hadits lainnya para ulama bersilang pendapat.Perbedaan ini ini disebutkan dalam Fathul Bari, juz. 4 hal. 147. Ibnu Hajar berkata, “Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini atas beberapa pendapat :

Pendapat Pertama:
Setiap negeri mempunyai ru'yah atau mathla' (tempat kemunculan hilal). Dalilnya dengan hadits Ibnu Abbas Ra. dalam Shahih Muslim. Ibnul Mundzir menceritakan hal ini dari Ikrimah, Al-Qasim Salim dan Ishak, At-Tirmidzi mengatakan bahwa keterangan dari ahli ilmu dan tidak menyatakan hal ini kecuali beliau. Al-Mawardi menyatakan bahwa pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi'i.

Pendapat Kedua:
Apabila suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Pendapat ini masyhur dari kalangan madzhab Malikiyah. Tetapi Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa ijma' telah menyelisihinya. Beliau mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwa ru'yah tidak sama pada negara yang berjauhan seperti antara Khurasan (propinsi di Iran) dan Andalus (negeri Spanyol).
Al-Qurthubi berkata bahwa para syaikh mereka telah menyatakan bahwa apabila hilal tampak terang di suatu tempat kemudian diberitakan kepada yang lain dengan persaksian dua orang, maka hal itu mengharuskan mereka semua berpuasa.
Sebagian pengikut madzhab Syafi'i berpendapat bahwa apabila negeri-negeri berdekatan, maka hukumnya satu dan jika berjauhan ada dua:
  1. Tidak wajib mengikuti, menurut kebanyakan mereka.
  2. Wajib mengikuti. Hal ini dipilih oleh Abu Thayib dan sekelompok ulama. Hal inidikisahkan oleh Al-Baghawi dari Syafi'i.
Sedangkan dalam menentukan jarak (jauh) ada beberapa pendapat:
Dengan perbedaan mathla'. Ini ditegaskan oleh ulama Iraq dan dibenarkan oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudlah dan Syarhul Muhadzab.
Dengan jarak meng-qashar shalat. Hal ini ditegaskan Imam Al-Baghawi dan dibenarkan oleh Ar-Rafi'i dalam Ash-Shaghir dan An-Nawawi dalam Syarhul Muslim.
Dengan perbedaan iklim. Pendapat As-Sarkhasi: "Keharusan ru'yah bagi setiap negeri yang tidak samar atas mereka hilal."

Pendapat Ibnul Majisyun: "Tidak harus berpuasa karena persaksian orang lain..." Berdalil dengan wajibnya puasa dan beriedul fithri bagi orang yang melihat hilal sendiri walaupun orang lain tidak berpuasa dengan beritanya. Imam Syaukani menambahkan: "Tidak harus sama jika berbeda dua arah, yakni tinggi dan rendah yang menyebabkan salah satunya mudah melihat hilal dan yang lain sulit atau bagi setiap negeri mempunyai iklim. Hal ini diceritakan oleh Al-Mahdi dalam Al-Bahr dari Imam Yahya dan Hadawiyah."

Hujjah pendapat di atas adalah hadits Kuraib dan segi pengambilan dalil adalah perbuatan Ibnu Abbas bahwa beliau tidak beramal (berpuasa) dengan ru'yah penduduk Syam dan beliau berkata pada akhir hadits, "Demikian Rasulullah Saw. menyuruh kami." Ibnu Abbas menghapal dari Rasulullah Saw. bahwa penduduk suatu negeri tidak harus beramal dengan ru'yah negeri lain. Demikian pendalilan mereka.

Adapun menurut jumhur ulama adalah tidak adanya perbedaan mathla' (tempat munculnya hilal). Oleh karena itu kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda Rasulullah Saw., "Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya." Ucapan ini umum mencakup seluruh ummat manusia. Jadi siapa saja dari mereka melihat hilal dimanapun tempatnya, maka ru'yah itu berlaku bagi mereka semuanya." (Fiqhus Sunah, juz 1, hal. 368)

As-Shan'ani rahimahullah berkata, "Makna ucapan "karena melihatnya" yaitu apabila ru'yah didapati di antara kalian. Hal ini menunjukkan bahwa ru'yah pada suatu negeri adalah ru'yah bagi semua penduduk negeri dan hukumnya wajib." (Subulus Salam, juz 2, hal. 310)
Imam As-Syaukani membantah pendapat-pendapat yang menyatakan bahwasanya ru'yah hilal berkaitan dengan jarak, iklim dan negeri (Nailul Authar, juz 4, hal. 195)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Orang-orang yang menyatakan bahwa ru'yah tidak digunakan bagi semuanya (negeri-negeri) seperti kebanyakan pengikut-pengikut madzhab Syafi'i, di antaranya mereka ada yang membatasi dengan jarak qashar shalat, ada yang membatasi dengan perbedaan mathla' seperti Hijaz dengan Syam, Iraq dengan Khurasan, kedua-duanya lemah (dha'if) karena jarak qashar shalat tidak berkaitan dengan hilal.... Apabila seseorang menyaksikan pada malam ke 30 bulan Sya'ban di suatu tempat, dekat maupun jauh, maka wajib puasa. Demikian juga kalau menyaksikan hilal pada waktu siang menjelang maghrib maka harus imsak (berpuasa) untuk waktu yang tersisa, sama saja baik satu iklim atau banyak iklim." (Majmu' Fatawa, juz 25, hal. 104-105)

Shidiq Hasan Khan berkata, "Apabila penduduk suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Hal itu dari segi pengambilan dalil hadits-hadits yang jelas mengenai puasa, yaitu "karena melihat hilal dan berbuka (iedul fithri) karena hilal" (Hadits Abu Hurairah dan lain-lain). Hadits-hadits tersebut berlaku untuk semua ummat, maka barangsiapa di antara mereka melihat hilal dimana saja tempatnya, jadilah ru'yah itu untuk semuanya ..." (Ar-Raudhah An-Nadiyah, juz 1, hal. 146)

Hemat kami, pendapat-pendapat di atas bertentangan dengan keterangan Ibnu Abas yang lebih memahami maksud hadis-hadis Shumuu liru’yatihi itu, sebagaimana diajarkan oleh Rasul kepadanya. Hal itu tampak jelas dengan perkataan, “Demikianlah Rasulullah saw. telah memerintahkan kepada kami”.

Sumber: Ustadz Amin Saefullah Muchtar

Kamis, 19 Juli 2012

PENGHINAAN TERHADAP NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DAN UMMAT ISLAM





Assalamualaikum wr wb...


Wahai Kaum Muslimin... Boleh minta bantuan untuk melaporkan halaman ini yang telah menghina Rasulullah dengan mengatakan Rasulullah memperkosa Aisha, dan Allah itu tidak ada, ini halamannya. https://www.facebook.com/ProphetMuhammadrapedAisha

(Ummi Nafilah Airfourz)